Rekomendasi Laptop Murah Buat WFH atau Kuliah / Sekolah Online di Rumah

Image
Seiring berjalannya waktu, tidak hanya teknologi yang makin maju, namun juga beberapa bidang harus beradaptasi lagi dengan perubahan tersebut. Tak terkecuali didalam dunia pekerjaan dan akademik, dahulu yang bekerja hanya membutuhkan komputer dan yang kuliah hanya membutuhkan buku, kini para pekerja dan mahasiswa juga membutuhkan laptop yang mumpuni untuk bekerja dan kuliah dari rumah. Apalagi ditengah pandemi Covid-19 saat ini, membuat laptop menjadi kebutuhan primer. Namun, biasanya yang menjadi kendala dalam mencari laptop yang bagus adalah biaya atau budget yang tersedia. Chanophi akan membagikan rekomendasi 8 laptop di kisaran harga Rp 3 jutaan hingga Rp 7 jutaan. Biar gampang, kami akan mengurutkannya dari harga yang termurah hingga harga yang termahal. Yuk simak daftar rekomendasi laptop di tahun 2021 selengkapnya berikut ini : 1. Dell Inspiron 11-3162 Dell Inspiron 11 Laptop pertama yang kami rekomendasikan untuk kamu yang sedang menjalankan Work From Home (WFH) atau Learn From...

Pajak Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan / atau Bangunan


Beberapa hari lalu, teman saya yang berprofesi sebagai Notaris bertanya kepada saya melalui WA, "Bro, Klien gua ada transaksi jual tanah nih, nilainya Rp 150.000.000, dia kena pajak ngga? trus kalau kena pajak apa? n berapa tarif nya?"

Nah, atas dasar pertanyaan temen saya tersebut, ngga ada salahnya kalau saya sedikit mengulas tentang Pajak Atas Pengalihan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan.

Untuk peralihan hak berupa jual beli, pajak dikenakan kepada kedua belah pihak baik kepada penjual ataupun pembeli. Kepada penjual dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan pembeli dikenakan BPHTB yang besarnya dihitung berdasarkan harga perolehan hak atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dalam bahasa sehari-hari, NPOP bisa juga diartikan sebagai nilai transaksi atau nilai kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Untuk lebih jelasnya akan saya jelaskan satu persatu.

Pajak Bagi si "Penjual"


Penghasilan yang diterima dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan merupakan objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final. Definisi dari pengalihan atas tanah dan/atau bangunan adalah:
  1. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
  2. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; atau
  3. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Dengan demikian, atas segala kegiatan yang menyebabkan berpindahnya hak atas tanah dan/atau bangunan dari satu pihak ke pihak lain akan dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).

Dari ketiga definisi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang telah dijelaskan di atas, terdapat perbedaan yang harus diperhatikan dalam hal pembayaran pajaknya, yaitu:
  • Ketentuan pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri PPh yang terutang dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.

Maksud pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada saat membayar PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini, di SSP wajib dicantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari Orang Pribadi atau badan yang bersangkutan.

Wajib pajak orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri PPh ini wajib menyampaikan SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran. 
  • Ketentuan PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini dipungut PPh oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.

Bendaharawan atau pejabat wajib menyetor PPh yang telah dipungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.

Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar. Penyampaian SPT Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran. 
  • Ketentuan PPh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus
Yang dimaksud dengan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus adalah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di atas tanah yang pembebasannya dilakukan oleh pemerintah yang lokasinya tidak dapat dipindahkan ke tempat lain.

Misalnya untuk kepentingan seperti: jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, saluran irigasi, pelabuhan laut/ sungai, bandar udara, fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar dan bencana lainnya, serta tempat pembuangan sampah dan fasilitas ABRI.

Namun, atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sesuai definisi tersebut dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final.

Tarif Pajak

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru terkait pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya. 

Salah satu pertimbangan dikeluarkannya kebijakan baru tersebut adalah dalam rangka percepatan pelaksanaan program pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum, pemberian kemudahan dalam berusaha, serta pemberian perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Berdasarkan aturan baru tersebut, tarif PPh final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebagai berikut:
  • 0% atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
  • 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan; atau
  • 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Terdapat beberapa pihak yang dikecualikan dari subjek pajak, yaitu:
  • orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
  • orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  • badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  • pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;
  • badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
  • orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan;atau
  • orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.

Adapun nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan nilai jual objek pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.

Pajak Bagi si "Pembeli"


Sementara untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.Hal ini didasarkan pada Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (“UU 28/2009”), yang mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut salah satunya meliputi pemindahan hak karena jual beli.Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif BPHTB ditetapkan dengan Peraturan Daerah.Untuk itu, mengenai BPTHB Anda perlu melihat kembali peraturan di daerah setempat. 

Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan membayar BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea pembeli, jika perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam UU BPHTB, BPHTB dikenakan tidak hanya dalam perolehan berupa jual beli. Semua jenis perolehan hak tanah dan bangunan dikenakan BPHTB.

Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Adapun, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:
  1. Jual beli;
  2. Tukar-menukar;
  3. Hibah;
  4. Hibah wasit;
  5. Waris;
  6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
  7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
  8. Penunjukan pembeli dalam lelang;
  9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
  10. Penggabungan usaha;
  11. Peleburan Usaha;
  12. Pemekaran Usaha; dan
  13. Hadiah.

Namun dari Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang sering terjadi dalam masyarakat adalah:
  • Jual beli;
  • Tukar-menukar;
  • Hibah (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah, namun pemberi hibah masih hidup);
  • Hibah wasit (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada penerima hibah namun belaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia); dan
  • Waris.

Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

  • Rp60.000.000,- untuk semua jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan
  • Kecuali untuk hak karena Waris atau Hibah Wasiat sebesar Rp300.000.000,-

Catatan: Dengan catatan NPOPTKP diberikan sekali pada setiap wajib pajak dalam satu tahun.


Kesimpulan :


Dalam transaksi jual beli tanah, baik penjual maupun pembeli dikenakan pajak. Untuk penjual, dikenakan Pajak Penghasilan (“PPh”). Dasar hukum pengenaan PPh untuk penjual tanah adalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya. Besarnya pajak penghasilan adalah 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Untuk pembeli, dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) huruf a angka 1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta peraturan daerah setempat. Seperti misalnya di Kota Langsa, BPHTB diatur dalam Qanun Kota Langsa Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Comments

Popular posts from this blog

KPP Pratama Langsa Kirim Mobil Pajak Keliling Ke Kabupaten Aceh Timur

Cara Membetulkan Data Setoran Pajak Yang Salah Saat Membuat Kode Billing (Pemindahbukuan)